10 Kasus Kekerasan pada Jurnalis di NTB 2023, Data AMSI NTB
KORANNTB.com – AMSI NTB mengungkapkan ada sebanyak 10 kasus kekerasan terhadap jurnalis di Nusa Tenggara Barat (NTB) sepanjang tahun 2023. Hal tersebut terungkap dalam tabulasi Divisi Hukum dan Advokasi Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) NTB.
Dari total 10 kasus, delapan di antaranya dilakukan oleh aktor sipil. Sementara dua lainnya adalah oknum kepolisian.
Kasus kekerasan terhadap jurnalis yang dilakukan sipil terdiri dari oknum pegawai DLHK Kota Bima, oknum LSM, dua oknum perusahaan, oknum Kades, dua oknum Caleg dan oknum keamanan UPT BKN Mataram.
Sementara untuk aktor aparat penegak hukum yaitu oknum Polres Mataram dan oknum Polres Lombok Tengah.
Untuk periode kasus, dua kasus terjadi di bulan Maret 2023, dua kasus di bulan Mei, sementara masing-masing satu kasus di bulan Juli, Agustus, September, Oktober, November dan Desember.
Dari jumlah kasus tersebut, ada sebanyak lima kasus dalam bentuk pelarangan liputan atau pengusiran, dua kasus perampasan alat, satu kasus penganiayaan, satu kasus permintaan takedown berita dan satu kasus penuntutan hukum.
Kasus kekerasan jurnalis di NTB terus meningkat dari tahun ke tahun dengan beragam jenis kasus.
Divisi Hukum dan Advokasi AMSI NTB mengimbau agar perusahaan media segera membuat SOP keselamatan jurnalis saat bertugas di lapangan untuk menghindari aksi kekerasan kembali terjadi. Keselamatan terhadap jurnalis jauh lebih penting, sehingga dengan adanya SOP maka jurnalis dapat mengetahui hal-hal yang harus dilakukan saat live report atau bertugas di zona konflik atau lokasi yang rawan kekerasan dan intimidasi kepada wartawan.
Divisi Hukum dan Advokasi AMSI NTB mendorong perusahaan pers harus mengidentifikasi ketika menugaskan wartawan. Jika liputan bersifat riskan terhadap keselamatan jurnalis, maka harus dipertimbangkan segala keselamatan kerja. Begitu juga dengan wartawan saat meliput di zona konflik, untuk dapat paham peta kondisi daerah tersebut, ke mana lokasi yang aman untuk berlindung dan apa saja yang harus dilakukan saat potensi kekerasan terjadi.