KORANNTB.com – Sepuluh anggota Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI mendatangi kantor Gubernur NTB, Kamis, 7 November 2019.

Kunjungan para Senator dari sepuluh provinsi di Indonesia tersebut untuk menindaklanjuti laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) semester I tahun 2019.

Ketua rombongan BAP DPD RI, Zuhri M. Syazali mengaku, dari hasil kunjungannya ke NTB terlihat tindak lanjut dari temuan BPK umumnya sudah banyak yang ditindak lanjuti oleh jajaran pemda NTB.

Hal itu terlihat dari minimnya dugaan kerugian negara dan pengelolaan keuangan di NTB selama ini.

“Sesuai pemaparan dari BPK Perwakilan NTB tadi, patut kita syukuri jika semua catatan temuan BPK atas pengelolaan keuangan daerah di NTB sudah banyak yang ditindak lanjuti oleh jajaran pemda NTB,” ujar Zuhri usai pertemuan di ruang kerja Gubernur NTB.

Menurut Anggota DPD asal Provinsi Bangka Belitung itu, dirinya kagum atas keseriusan jajaran pemda NTB mulai pemprov dan sepuluh pemda kabupaten/kota di NTB untuk menindak lanjuti temuan dan catatan dari BPK tersebut. Sehingga, provinsi dan 10 pemda di memperoleh predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) berturut-turut selama ini.

“Wajarlah kalau kita dorong pengelolaan keuangan di NTB yang sudah memperoleh WTP menjadi best practice bagi provinsi lainnya di Indonesia,” kata Zuhri.

Terkait pengelolaan aset yang selama ini menjadi persoalan. Diakui Zuhri, hal tersebut harus menjadi fokus BPK untuk melakukan pendampingan pada pemda di Indonesia, termasuk di NTB.

Pasalnya, kata dia, menata kelola aset itu tidak semudah apa yang dibayangkan. Mengingat, asal muasal dan sejarah aset, baik itu barang bergerak dan tidak bergerak harus dibuatkan formula terbaik dan rinci.

“Makanya, kita minta BPK membuat formula cara pengelolaan dengan model sesuai kewenangan mereka. Sehingga, jika itu bisa dilakukan, maka akan bisa membantu jajaran pemda di Indonesia mendayagunakan aset mereka bagi kesejahteraan masyarakatnya,” tandas Zuhri M. Syazali.

Sementara itu, Gubernur NTB Zulkieflimansyah meminta agar pihak BPK tidak lagi berfungsi menjadi lembaga negara yang bertugas mencari-cari kesalahan.

Sebab, kata Zul, pengelolaan aset yang banyak bermasalah biasanya terletak pada posisi aset yang dipindah tangankan akibat daerah itu dimekarkan atau bisa juga, karena penggunanya telah meninggal dunia.

“Di sini kami di daerah hanya minta BPK itu bekerja fokus ke pendampingan. Sehingga, kami nyaman melakukan pembenahan aset. Tapi, kalau terus dicari-cari kesalahan, bagaimana kita bisa fokus bekerja kedepannya,” ujarnya.

“Semoga kedatangan DPD ke NTB kali ini dapat menjadi solusi membantu pemda dalam perbaikan pengelolaan keuangan daerahnya,” katanya. (red)