KORANNTB.com – Polres Lombok Tengah lagi-lagi mendapat sorotan publik. Itu karena memproses pidana empat ibu rumah tangga (IRT) dalam kasus pelemparan spandek gudang pengolahan tembakau di Desa Wajageseng, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah.

Pengacara Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Fakultas Hukum Universitas Mataram, Yan Mangandar Putra, menyoroti perlukan Polres Lombok Tengah dan Kejari Praya. Kasus yang dinilai ecek-ecek begitu cepat ditangani oleh aparat penegak hukum.

“Ini kan kejadiannya 26 Desember 2020, panggilan pertama 16 Januari 2021. Ini kita lihat kok proses hukum begitu cepat,” katanya, Senin, 22 Februari 2021.

Dia menyinggung perlakuan aparat yang responsif terhadap kasus-kasus yang justru menyentuh sisi kemanusiaan.

“Itu yang membuat saya,  luar biasa sekali kerja teman-teman kepolisian dan kejaksaan, sehingga kasus cepat dinyatakan lengkap dan dinyatakan tahap dua” ujarnya.

“Luar biasanya lagi jaksa mengambil kewenangan untuk melakukan penahanan tanpa mempertimbangkan alasan kemanusiaan,” kata Yan.

Kasus tersebut merupakan kasus pelemparan spandek hingga penyok. Tidak ada kerusakan signifikan dari pelemparan yang dilakukan oleh empat IRT tersebut.

Dalam penelusuran perkara di Lombok Tengah yang dilakukan media ini. Polres Lombok Tengah dan Kejari Praya sering sekali menangani kasus yang tidak menyita perhatian. Itu karena kasus yang terlampau kecil dan seharusnya dapat diselesaikan secara mediasi.

Kasus yang menyita perhatian lainnya seperti kasus dua warga Dusun Ujung Lauk, Desa Kuta, Lombok Tengah, yang ditetapkan tersangka lantaran memagari kawasan pembangunan sirkuit MotoGP di Mandalika.

Kedua orang yang jadi tersangka adalah Kepala Dusun Ujung Lauk Abdul Mutalib dan satu warga bernama Usman. Dua warga tersebut protes pembangunan sirkuit di lahan yang menurut warga adalah jalan dusun.

Uniknya, dua warga ditahan hanya berselang dua hari dari pemeriksaan mereka. Polisi melakukan pemeriksaan cepat. Meski demikian, pengadilan memutuskan tidak menahan kedua warga tersebut.

Kemudian kasus yang tidak kalah viral adalah kasus olshop. Pada pertengahan Februari 2020, dua wanita diamankan Polres Lombok Tengah karena menjual produk kosmetik yang diduga ilegal.

Kedua wanita tersebut membeli produk kosmetik dari olshop ternama di Indonesia. Dia kemudian menjualnya kembali ke masyarakat. Namun polisi menangkap mereka dan menyatakan produk yang dijual adalah ilegal dan tidak terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Kosmetik yang dijual berupa 50 kotak krim malam merek YU CHUN MEI, 50 kotak krim siang merek YU CHUN MEI, 50 kotak kosmetik serum merek YU CHUN MEI dan 50 kotak produk sabun merek YU CHUN MEI.

Namun, pada persidangan dengan agenda eksepsi di Pengadilan Negeri Praya, Rabu, 4 Maret 2020, kuasa hukum HM mengatakan produk yang dijual HM ternyata telah terdaftar di BPOM.

Dalam penelusuran media ini di situs cekbpom.pom.go.id, sebanyak lima produk YU CHUN MEI telah terdaftar BPOM.

Produk Pure Gold 24 K Serum terdaftar dengan nomor registrasi NA18191905994 pada 2 Oktober 2019. Produk Lightening Day Cream terdaftar dengan nomor registrasi NA18190122813 pada 12 Agustus 2019.

Kemudian, produk Lightening Night Cream terdaftar dengan nomor registrasi NA18190122279 pada 17 Juli 2019. Kemudian, produk Brightening Cleanser terdaftar dengan nomor registrasi NA18181206968 pada 5 November 2018.

Terakhir, produk Serum Whitening Essence terdaftar dengan nomor registrasi NA18181900943 pada 5 November 2018.

Seluruhnya merupakan produk dengan merek YU CHUN MEI yang didaftarkan oleh PT Cressindo Kusuma di Jakarta Utara.

Dari tiga kasus tersebut, membuktikan aparat penegak hukum di Lombok Tengah condong lebih progresif dalam menangani kasus-kasus kecil yang justru terkadang menyita rasa kemanusiaan. (red)

FOTO: Relawan dan pengacara kasus olshop di Lombok Tengah