KORANNTB.com – Aktivis Pemuda di Lombok, Nusa Tenggara Barat, Muhammad Fihiruddin resmi ditahan di Rutan Mapolda NTB pada Jumat petang, 6 Januari 2023. Fihiruddin ditahan atas kasus Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Fihiruddin dijerat pasal 28 ayat (2) Undang-Undang ITE dengan ancaman pidana paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Pada pasal tersebut dijelaskan “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).”

Kasus Fihiruddin bermula saat dia bertanya melalui WhatsApp Group POJOK NTB pada Selasa 11 Oktober 2022 atas rumor dugaan oknum dewan yang ditangkap mengkonsumsi narkoba. Dia bertanya pada Ketua DPRD NTB Baiq Isvie Rupaeda yang saat itu ada atau menjadi anggota group POJOK NTB.

Mohon penjelasan buk ketua @Isvie Rupaeda ada kabar angin yang masuk ke saya, kalau kemarin pada saat beberapa anggota DPRD prov kunker ke Jakarta, ada tiga orang diduga oknum anggota DPRD prov NTB keciduk memakai narkoba, dan ditebus Rp150 juta/orang. Sayangnya diduga oknum anggota ini 2 orang dari partai berazas nasionalis religius dan 1 orang berazas nasionalis. Gawat mental wakil kita.” kata Fihiruddin di WhatsApp Group.

Polisi kemudian menetapkan tersangka dan menahan Fihiruddin. Polisi berpendapat pertanyaan Fihiruddin menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan.

Komentar Perumus UU ITE

Salah satu perumus undang-undang ITE, Teguh Arifiyadi, menanggapi kasus yang menjerat Direktur Logis tersebut. Dia menjelaskan pasal 28 ayat (2) tidak memenuhi unsur untuk menjerat Fihiruddin.

“Pasal 28 ayat (2) juga tidak bisa (menjerat Fihiruddin). Karena tidak berisi ajakan atau hasutan,” katanya.

Dia mengatakan ada kesalahan dalam menerapkan pasal tersebut terhadap Fihiruddin. “Penyidiknya salah lagi itu,” ujarnya.

Terkesan Dipaksa

Direktur Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Universitas Mataram, Joko Jumadi, mengatakan kasus tersebut terkesan sangat dipaksakan. Terlebih lagi, Fihiruddin hanya bertanya melalui WhatsApp Group kepada Ketua DPRD NTB tentang rumor tiga oknum Anggota DPRD NTB yang ditangkap mengkonsumsi narkoba saat kunker di Jakarta.

“Kasus ini menurut saya sangat dipaksakan, seseorang yang bertanya ya sebenarnya tinggal dijawab,” kata Joko, Kamis, 29 Desember 2022.

Joko merasa janggal penggunaan pasal SARA yang menjerat Fihiruddin. Penyidik dinilai keliru jika menafsirkan frasa “antar golongan” pada kata SARA  adalah golongan DPRD.

“Penggunaan pasal ini juga tidak pas apakah DPRD bisa dianggap sebagai antar golongan,” ujarnya.

Dia juga menilai penyidik keliru jika menafsirkan ujaran Fihiruddin mengandung informasi yang bermuatan menyebarkan kebencian.

“Pertanyaan Fihir tidak juga mengandung informasi yang menyebarkan kebencian,” katanya.

Joko menilai jika polisi serampangan dalam menggunakan pasal, akan sangat berbahaya.

“Inilah bahayanya kalau hukum pidana digunakan secara serampangan. Hukum pidana seharusnya digunakan secara selektif dan hati-hati,” katanya.

Dia meminta polisi lebih berhati-hati dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka. Terlebih lagi kondisi Polri yang saat ini tengah terpuruk, seharusnya tidak ditambah dengan membuat masalah baru yang menyita rasa keadilan bagi masyarakat.

Joko melihat banyak sekali kasus-kasus ITE di Polda NTB yang bermasalah. Seharusnya itu menjadi bahan evaluasi Polri.

“Polisi di tengah keterpurukannya saat ini harusnya melakukan evaluasi terhadap penanganan kasus-kasus ITE di Polda NTB yang sering bermasalah,” katanya. (red)