KORANNTB.com – Nama eks Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Provinsi NTB Fathul Gani mencuat saat Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB menaikan status dugaan korupsi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) pada Distanbun NTB. Jaksa menaikan status kasus tersebut dari penyelidikan ke penyidikan khusus pada Oktober 2023 lalu.

Kejati menjelaskan sudah 15 hingga 20 saksi menjalani pemeriksaan dalam kasus tersebut.

“Sudah (pemeriksaan saksi). Saksi sekitar 15-20 orang sudah ada. Saksi-saksi sudah diperiksa, sekarang tahapannya sampai pemeriksaan fisik barang,” kata Plh Kasi Penkum Kejati NTB, Ary Artha diwawancarai koranntb belum lama ini.

Saat ditanya apakah yang diperiksa termasuk Fathul Gani, Ary Artha tidak merincinya secara jelas.

“Secara normatif aja sudah ada sekitar 15-20 saksi diperiksa,” ujarnnya.

Media ini beberapa kali mencoba menghubungi Fathul Gani untuk meminta konfirmasi. Namun enggan untuk menjawab pertanyaan wartawan.

Belum dijelaskan juga siapa saja yang menjalani pemeriksaan dalam kasus DBHCHT NTB atau khususnya pada Distanbun NTB tersebut.

Untuk diketahui kasus itu muncul saat Fathul Gani masih menjadi Kadistanbun NTB, sebelum dimutasi menjadi Asisten II (Perekonomian dan Pembangunan) Setda NTB.

Proyek Diduga Tidak Sesuai Spek

Kasus tersebut diduga muncul indikasi korupsi pada tahun anggaran 2022. Salah satu yang menjadi temuan adalah sarana penunjang produksi pertanian dan perkebunan, yaitu pengadaan bantuan mesin perajang dan tungku oven tembakau yang menelan anggaran Rp8,3 miliar.

Khusus untuk mesin peranjang sebanyak Rp2,3 miliar disisihkan Distanbun NTB melalui anggaran DBHCHT. Ada sebanayk 92 unit mesin peranjang dari anggaran tersebut. Alat tersebut tersebar kepada kelompok tani tembakau di Lombok Timur, Lombok Tengah, Lombok Barat dan Sumbawa.

Kemudian untuk tungku oven tembakau sebesar Rp6 miliar untuk pengadaan total 300 unit tungku oven tembakau. Itu tersebar kepada kelompok tani tembakau di Lombok Tengah dan Lombok Timur.

Sehingga ada total Rp8,3 miliar anggaran yang dikeluarkan dari proyek yang diduga tidak sesuai spek, sehingga diusut kejaksaan.

“Dugaannya barang tidak sesuai spek. Tapi kita tidak bisa berandai-andai. Kita tunggu hasil pemeriksaan secara teknis terhadap barangnya,” kata Ary.

Saat ini Kejati NTB masih meminta keterangan ahli dari Semarang untuk melihat apakah kasus tersebut masuk unsur korupsi.