KORANNTB.comKasta NTB meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) mencopot Pj Gubernur NTB, Lalu Gita Ariadi karena dinilai melanggar undang-undang (UU) terkait mutasi pejabat di Pemprov NTB pada 25 Maret 2024 lalu.

Pembina Kasta NTB, Lalu Wink Haris mengatakan buntut mutasi 25 Maret lalu telah memantik keributan di kalangan masyarakat.

Dia mengatakan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 71 ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota Menjadi Undang-Undang.

Pasal 71 ayat (2) menegaskan gubernur/ wakil gubernur, bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota dilarang melakukan pergantian pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri.

“Mutasi pejabat administrator, pejabat pengawas dan pekabat fungsional yang dilakukan Pj Gubernur NTB, telah memantik keributan publik yang seharusnya tidak perlu terjadi, kalau Pj Gubernur tidak terlalu mengedepankan subjektivitas dan ego pribadi dengan memaksakan harus ada mutasi,” katanya, Senin, 1 April 2024,

Dia menjelaskan, dalam Pasal 71 terdapat beberapa ayat yang wajib dipatuhi oleh Pj. Selain ayat (2),  ayat (4) dipertegas bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) berlaku juga untuk penjabat Gubernur atau penjabat Bupati/Wali Kota.

Selanjutnya pada ayat (5) dijelaskan pula bahwa “Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubemur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali Kota atau Wakil Wali Kota selaku petahana melanggar ke entuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon Oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.”

Dan pada ayat (6) dijelaskan bahwa ada sanksi bagi kepala daerah yang melanggar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) yang bukan petahana diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sementara itu salah satu yang menyebabkan seorang kepala daerah apakah kepala daerah definitif maupun PLT, PJS maupun PJ untuk dapat diberhentikan adalah, apabila kepala daerah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

“Karenanya maka kami minta Mendagri harus tegas, apabila Pj. Gubernur NTB tidak membatalkan mutasi yang sudah dilakukan maka Pj. Gubernur NTB harus diberhentikan karena sudah jelas melanggar ketentuan pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016,” ujar dia.

Dia menjelaskan, andaipun benar sesuai informasi yang didapatkan dari orang dalam di Badan Kepegawaian Provinsi NTB, bahwa Pj. Gubernur NTB mendapatkan persetuiuan untuk melakukan mutasi, tetap saja terjadi pelanggaran karena surat persetujuan tersebut telah menjadi kadaluarsa dan bertentangan pelaksanaannya oleh Pj. Gubernur NTB setelah tanggal 22 Maret 2024.

Sehingga, tidak dapat digunakan sebagai dasar, surat persetujuan tersebut yang dipakai mutasi oleh Pj. Gubernur berdasarkan Surat Plh. Direktur Jenderal otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Nornor: 100.2.2.0/ 1903/OTDA, tanggal 8 Matet 2024, perihal Persetuiuan Pengangkatan, Pelantikan, Pengukuhan, dan Pemberhentian Pejabat Administrator, Pejabat Pengawas dan Pejabat Fungsional di Lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat.

“Maka otomatis mutasi dan pelantikan pejabat yang dilakukan oleh Pj. Gubernur otomatis harus dibatalkan karena surat persetujuan tertanggal 8 maret 2023 ini dengan sendirinya tidak berlaku setelah keluarnya Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 2 Tahun 2024 tersebut di atas,” jelasnya.

“Bahwa penetapan pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah tanggal 22 September 2024, sehingga 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon terhitung tanggal 22 Maret 2024 yang dikuatkan dengan Surat Menteri Dalam Negeri Nomor: 100.2.1.3/1575/SJ, tanggal 29 Maret 2024 prihal Kewenangan Kepala Daerah Pada Daerah yang melaksanakan Pilkada Dalam Aspek Kepegawaian,” ujar Wink Haris.

Persetujuan yang dikeluarkan oleh PLH. Direktur Jenderal Otonomi Daerah menjadi Kadaluarsa dan tidak dapat dikatakan atau tidak dapat dijadikan dasar untuk melakukan mutasi.

Wink meminta Pj. Gubernur NTB sebaiknya memahami bahwa jabatannya sebagai Pj. adalah penugasan oleh pemerintah pusat sehingga seharusnya tidak perlu memperlihatkan diri sebagai pejabat yang memiliki kekuasaan tanpa batas, khusunya dalam hal mutasi yang telah dilakukan.

“Akui saja bahwa telah salah melakukan mutasi setelah tanggal 22 maret 2024 dan segera perbaiki, karena beberapa kepala daerah definitif saja sudah membatalkan mutasi yang sudah mereka lakukan di atas tanggal 22 Maret 2024, karena memahami aturan sebagaimana pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan juga tertuang dalam lampiran PKPU Nomor 2 Tahun 2024, bahwa penetapan pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah tanggal 22 September 2024, sehingga enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon terhitung tanggal 22 Maret 2024,” paparnya.

Dia meminta sebagai pejabat publik yang mendapat penugasan dari Pemerintah Pusat maka Pj. Gubernur NTB harus legowo mengakui salah dan segera membatalkan mutasi tersebut.