KORANNTB.com – Pesta demokrasi akan kembali digelar. Tujuh dari sepuluh kabupaten dan kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) akan menggelar pemilihan kepala daerah (pilkada) pada 2020. Para petahana mulai memantapkan diri agar kembali terpilih. Sementara para pendatang baru mencoba mencari celah memikat hati para pemilih.

Direktur Lembaga Kajian Sosial dan Politik M16 Mataram, Bambang Mei Finarwanto, menilai para pendatang harus lebih agresif tampil dan menunjukan tajinya. Pasalnya, para pendatang baru tidak memiliki satu modal utama yang sudah dipegang para petahana: popularitas dan elektabilitas.

Baik-buruknya petahana, kata pria yang akrab disapa Didu, tentu sudah dikenal masyakarat. Sementara para pendatang baru, sebagus apa pun gagasan yang ditawarkan terasa percuma jika tidak sampai pada masyarakat.

“Kalau mau imbangi popularitas dan elektabilitas petahana, pendatang baru harus sadar diri, jangan merasa kuat sebelum bertanding,” ujar Didu di Mataram, NTB, Jumat, 9 Agustus 2019.

Menurut Didu, para pendatang baru kerap terbuai dengan hasil survei internal. Didu menegaskan, hasil survei hanya sebagai tolok ukur atau alat sementara untuk melihat persepsi publik pada saat itu , bukan sebagai penentu yang pasti saat pemilihan terjadi.

“Hasil survei seharusnya diikuti tindakan lanjut. Kelemahan yang pendatang baru seringkali terkesan ikuti pola petahana, jangan. Harusnya dia melakukan tindakan yang tidak dilakukan oleh petahana,” ucap Didu.

Didu menyarankan para pendatang baru lebih aktif bergerak terjun di lapangan dan menampilkan terobosan dalam upaya pengenalan diri serta gagasan yang ditawarkan. Para pendatang baru pun perlu menyesuaikan diri dengan segmen masyarakat yang ditemui.

“Membaurlah dengan lingkungan sekitar, kalau ketemu anak muda ya pakai gaya anak muda, sesuaikan segmentasi. Kalau ketemu tokoh ya tampil sopan,” kata Didu.

Yang pasti, para pendatang baru tak perlu terjebak pada dikotomi, termasuk melakukan black campaign,  melainkan merangkul semua kalangan.

Didu menambahkan, selain aktif terjun di lapangan, para pendatang baru juga perlu bermain pada tatanan media sosial dan media mainstream atau arus utama sebagai bentuk keterbukaan pada publik.

“Jangan lupa media sosial dan media mainstream harus berjalan seiringan dalam menopang gagasan yang dipunya,” ungkap Didu.

Sementara itu Lembaga Kajian Sosial dan Politik Mi6 adalah Lembaga Nirlaba yang berdiri sejak 4 Oktober 2012 yang digagas oleh Ketua Dewan Pendiri Mi6, Mucklis Tolomundu, yang juga mantan jurnalis Majalah Tempo Era dekade 80-an dan Majalah Pria, Matra. (red)

Keterangan foto: dari kiri, Sekretaris Mi6, Lalu Athari Fathullah, Bambang Mei Finarwanto dan Mucklis Tolomundu.