I Gusti Ketut Satria Bunaga, S.Tr
(BMKG Stasiun Geofisika Mataram)

KORANNTB.com – Semenjak ditetapkannya menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Mandalika di Pulau Lombok semakin dikenal di dalam negeri dan manca negara. Pemerintah mulai serius garap KEK Mandalika sebagai KEK pariwisata melalui Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2014. Dimulai dari urusan administrasi, pelimpahan kewenangan, hingga pengembangan infrastruktur.

Mandalika dirasa tepat dijadikan salah satu dari 10 destinasi utama pariwisata Indonesia, karena Mandalika menyajikan wisata bahari yang memukau serta tradisi budayanya yang unik. Tak heran jika kawasan Mandalika semakin menjadi primadona oleh banyak investor, sebagai contoh: investasi hospitality, pembangunan hotel berbintang, dan komitmen investasi lainnya.

Kondisi ini terlihat sebagai sinyal bahwa KEK Mandalika menjadi destinasi wisata kelas dunia ke depannya. Namun perlu diketahui, pembangunan KEK tidak hanya terfokus kepada pembangunan dan penataan fisik saja melainkan pembangunan kualitas masyarakat, salah satunya adalah literasi bencana alam.

Menurut sejarahnya, Pulau Lombok memiliki rentetan peristiwa yang erat kaitannya dengan bencana alam, sebagai contoh gempa bumi dan tsunami. Pada tahun 1977, Desa Kuta dan Dusun Awang pernah dihantam gelombang tsunami akibat gempa bumi Sumba 1977.

Pada tahun 2018, seluruh masyarakat Lombok merasakan guncangan gempa bumi yang dahsyat dan merusak. Gempa bumi destruktif tersebut menimbulkan ratusan korban jiwa, ribuan bangunan rusak dan kerugian ekonomi mencapai 7,45 triliun rupiah. Selain itu, puluhan gempa bumi merusak lainnya juga pernah terjadi dalam tujuh dekade terakhir.

Kondisi ini dibetulkan oleh BMKG bahwa Pulau Lombok masuk dalam daerah rawan bencana gempa bumi dan tsunami. Terdapat ribuan kejadian gempa bumi serta puluhan di antaranya dirasakan terjadi tiap tahunnya.

Baca Opini Lainnya:
1. Tak Hanya Megathrust, Ini Potensi Gempa Akibat Sesar Aktif

2. Mengenal Sejarah Pemahaman Gempa Bumi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Gempa Nasional (PuSGen) bahwa keaktifan kejadian gempa bumi tersebut tidak lepas dari keberadaan tektonik aktif regional dan lokal di Pulau Lombok.

Pada umumnya, terdapat empat patahan aktif yang berada seolah-olah mengelilingi Pulau Lombok. Masing-masing patahan memiliki kecepatan pergeseran dan mekanisme pergerakan yang berbeda-beda sehingga menimbulkan kekuatan gempa yang bervariasi serta berpotensi terjadinya tsunami. Tidak heran jika memang Pulau Seribu Masjid ini daerah rawan gempa bumi dan tsunami.

Evakuasi korban gempa Lombok 2018

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, upaya-upaya mitigasi bencana gempa bumi dan tsunami terus dilakukan, khususnya di kawasan KEK Mandalika dan sekitarnya. Adapun aksi yang dilakukan berupa pembentukan Forum Pengurangan Resiko Bencana (FPRB), Desa Tanggap Bencana (Destana), sistem peringatan dini, rencana kontijensi, Table Top Exercise (TTX), Sekolah Lapang Gempa Bumi dan sosialisasi.

Hal tersebut bertujuan untuk membangun komitmen bersama antar multisektoral guna memahami sistem penanganan darurat secara terpadu, peningkatan literasi bencana di masyarakat terdampak, dan memberikan kemampuan mandiri atau meningkatkan kapasitas masyarakat terdampak untuk bisa mengurangi resiko saat terjadinya bencana gempa bumi dan tsunami.

Pembangunan mitigasi secara fisik juga sudah dilakukan, berupa: pembuatan peta bahaya tsunami, rambu evakuasi, rambu papan informasi, jalur evakuasi, dan penentuan tempat evakuasi sementara. Upaya tersebut bertujuan agar masyarakat menjadi tahu “status” wilayah yang mereka tempati, mengenal jalur penyelematan untuk mencari jalan tersingkat sehingga waktu evakuasi ke daerah yang aman ditempuh lebih cepat.

Di samping itu, BMKG Stasiun Geofisika Mataram menggandeng Pemerintah Daerah Lombok Tengah dengan membuat scan barcode yang berisi informasi peta bahaya dan peta evakuasi tsunami di Desa Kuta. Produk inovatif ini didistribusikan di beberapa titik yang berfungsi untuk mempermudah akses informasi dengan hanya melalui smartphone masing-masing. Dengan kata lain, berbagai moda komunikasi berbasis mitigasi bencana sudah dapat dirasakan oleh banyak masyarakat.

Untuk memastikan pemahamannya, instansi terkait mengajak langsung masyarakat memahami jalur evakuasi langsung di lapangan. Bahkan baru-baru ini, BMKG melaksanakan Tsunami Fun Drill di Desa Kuta Mandalika dalam rangka Hari Kesiapsiagaan Tsunami Dunia.

Mandalika

Mengingat kondisi geografis kawasan Mandalika rentan terhadap ancaman gempa bumi dan tsunami sehingga harus selalu siap siaga menghadapi bencana. Apalagi ditambah dengan peningkatan status menjadi ‘Kawasan Ekonomi Khusus’, diharapkan kerjasama multisektoral terkait sistem penanganan darurat secara terpadu haruslah solid dan literasi bencana benar-benar tersampaikan hingga ke elemen terkecil di masyarakat.

Selain itu, tersedianya berbagai tools mitigasi bencana yang sudah dipersiapkan, sangatlah memungkinkan “wisatawan sadar bencana” akan terwujud di kemudian hari. Dengan demikian, kondisi ini menjadi nilai tambah yang mengukuhkan kawasan ini menjadi destinasi kelas dunia yang siap menggelar event-event internasional tanpa rasa khawatir berada di lintasan the Pasific Ring of Fire. (red)