KORANNTB.com – Iklim yang berubah secara cepat dan ekstrem seringkali berujung pada kejadian bencana. KONSEPSI NTB melakukan intervensi kepada masyarakat untuk beradaptasi terhadap potensi dampak dari perubahan iklim.

Catatan terkini dari BPBD NTB menyebut bencana terjadi akibat dari kondisi cuaca dan iklim yang berubah. Sepanjang periode 1 Januari sampai dengan tanggal 15 November 2022 ini, Pusdalops-PB BPBD mencatat ada 64 kejadian bencana hidrometeorologi yang terjadi di wilayah NTB.

Bencana yang paling sering terjadi, yaitu banjir dan banjir bandang dengan 31 kejadian. Kemudian angin puting beliung 14 kejadian, kekeringan 9 kejadian, tanah longsor 7 kejadian, dan banjir rob 3 kejadian.

Kabupaten Sumbawa menjadi wilayah yang paling sering dilanda bencana dengan 11 kejadian. Kabupaten Lombok Tengah dengan 9 kejadian, Kabupaten Lombok Utara dan Kabupaten Dompu masing-masing 8 Kejadian.

Selanjutnya Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Bima dan Kota Bima masing-masing dengan 5 kejadian. Kota Mataram 2 kejadian, dan Kabupaten Sumbawa Barat 3 kejadian.

Bencana banjir dan longsor di Lombok Utara

Dari kejadian bencana tersebut mengakibatkan 24.109 Jiwa terdampak, 6 orang luka-luka dan 2 meninggal dunia serta mengakibatkan 480 rumah rusak dengan rincian 61 rusak berat, 149 rusak sedang, dan 270 rusak ringan.

Selain itu kejadian ini juga merusak 4 fasilitas pendidikan, 4 fasilitas ibadah, 16 unit jembatan, 8 titik jalan, 10 unit saluran irigasi dan 11 titik tanggul.

“Data terdampak dalam laporan ini tidak termasuk data yang terdampak bencana kekeringan,” kata Pusdalops-PB BPBD NTB dalam rilis yang dikutip dari Instagram @bpbdntb pada Selasa, 15 November 2022.

Memasuki musim hujan tahun 2022 dan 2023 ini, BPBD NTB mengingatkan masyarakat agar mewaspadai adanya potensi bencana hidrometeorologi seperti hujan lebat, angin kencang, tanah longsor serta banjir.

Potensi bencana hidrometeorologi tersebut pada kondisi sekarang ini di NTB dapat terjadi secara tiba-tiba dan bersifat lokal dengan peluang kejadian lebih tinggi dibandingkan pada hari biasanya.

Sebuah laporan yang diterbitkan oleh Bank Dunia pada tahun 2021 lalu juga menempatkan Indonesia di peringkat tiga besar negara dalam hal risiko iklim.

Bencana seperti banjir, kekeringan, angin topan, tanah longsor, dan kebakaran hutan menjadi lebih sering dan lebih intens akibat adanya perubahan iklim.

Isu perubahan iklim menjadi lokus utama yang dikerjakan KONSEPSI NTB di tahun 2022 ini melalui program Deepening Climate Change Adaptation for Prosperity (DECCAP).

Selain berkomitmen untuk meningkatkan kapasitas dalam adaptasi perubahan iklim kepada masyarakat, Program DECCAP juga memberikan dukungan kepada masyarakat miskin untuk mendapatkan hak-haknya terkait informasi iklim.

Pendampingan program DECCAP ini dilakukan kepada petani tadah hujan, petambak garam, dan pembudidaya lobster pada tiga desa di Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur.

“Hal itu dimaksudkan untuk membangun ketangguhan masyarakat dalam menghadapi dampak perubahan iklim yang mengancam keberlangsungan sumber-sumber penghidupannya,” kata Manager Program DECCAP, Eko Krismantono, Rabu 16 November 2022.

Dalam pelaksanaannya, program DECCAP ini mendapat dukungan dari Islamic Relief Sweden, Forum Civ dan Yayasan Relief Islami Indonesia. (red)