KORANNTB.com – Setelah sekian lama meredup, kini soal lahan bekas PT Gili Trawangan Indah (GTI) di Gili Trawangan, Lombok Utara, mencuat kembali.

Sebuah akun Facebook bernama Adim Golden mengunggah foto dengan narasi seorang warga bernama Wak Aji Rukding yang telah menggarap lahan selama 50 tahun di Gili Trawangan, namun tidak diakui oleh negara.

“Kami masih dan akan terus mengingatkan @Bang Zul Zulkieflimansyah, mengingat skenario yang dijalankan saat ini cukup keliru dan tidak menyelesaikan masalah pokok di Gili Trawangan,” kata Adim dalam unggahan Facebook.

Gubernur NTB Zulkieflimansyah secara langsung menanggapi unggahan tersebut. Dia mengaku kaget dengan masalah tersebut kembali muncul, padahal sebelumnya telah ada kesepakatan dengan warga.

Menurut Gubernur NTB, Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diinginkan warga tidak memiliki celah hukum. Bahkan, KPK telah menekankan agar dalam menyelesaikan sengketa lahan Gili Trawangan tidak boleh menggunakan SHM.

“Sorry baru baca. Saya kaget saja krn saya kira sdh nggak ada masalah apa2. Apa ada masalah baru? Saya tanya Pak AK semua berjalan baik nggak ada masalah. Hanya kalau memaksa SHM ya nggak ada celah hukum yg memungkinkan. Kalau memungkinkan saya sih oke2 saja. Tapi jgn sampai ada yg sdh melanggar terus buying time dan cari2 masalah. Aturan tetap aturan yg hrs kita hormati bersama,” ujarnya, Rabu, 23 Februari 2022.

Menanggapi itu, Ketua Satgas Optimalisasi Aset Gili Trawangan, Ahsanul Khalik, mengatakan Gubernur NTB telah berbaik hati memberikan ruang terhadap masyarakat untuk mengelola lahan Gili Trawangan, namun dalam bentuk Hak Guna Bangunan (HGB) sesuai yang diisyaratkan dalam peraturan.

“Pak Gub sudah sangat baik memberikan ruang terhadap masyarakat untuk mengelola lahan bahkan hanya Rp25 per meter persegi,” kata AKA sapaan akrabnya.

Menurut AKA, Gubernur NTB tidak hanya menginginkan pemanfaatan lahan eks GTI tersebut untuk pendapatan daerah, tapi justru untuk kesejahteraan masyarakat yang mengelola lahan. Sehingga biaya sewa sangat kecil dibebankan ke masyarakat.

“Pak Gub bukan hanya sekedar mengejar pendapatan daerah dari lahan di Gili Trawangan, tapi juga untuk kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat,” ujarnya.

Pemprov NTB kata AKA, sangat terbuka untuk menerima masukan masyarakat maupun mendengarkan keinginan masyarakat. Namun saat ini, masyarakat yang berkomunikasi dengan Pemprov justru sangat terbatas.

AKA mengaku heran, saat lahan tersebut masih dikuasai GTI, masyarakat justru meminta agar Pemprov mengambil alih dan membuka ruang bekerjasama dengan masyarakat dalam mengelola lahan. Namun kini, saat Pemprov telah memutus kontrak PT GTI, justru beberapa warga tidak ingin bekerjasama dengan Pemprov.

Soal status SHM terhadap lahan di Gili Trawangan, tidak memiliki pijakan hukum. Terlebih lagi KPK telah melarang terbitnya SHM di lahan tersebut.

Naik Penyidikan Kejaksaan

Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi NTB mengendus adanya transaksi ilegal di lahan milik Pemprov di Gili Trawangan yang mencapai Rp100 miliar. Bahkan kasus tersebut kini naik penyidikan.

Ditemukan transaksi bawah tangan terhadap 46 bidang tanah di lahan seluas 64 hektare. Ada beberapa masyarakat disebut membuat kesepakatan dengan beberapa investor terkait dengan lahan tersebut. Bahkan angka tertinggi ada yang mencapai Rp10 miliar.

Model transaksi ilegal tersebut meliputi 34 sewa, lima ganti rugi, dua jual beli, satu kerjasama, satu sewa dan ganti rugi, dan satu ganti rugi dan jual beli. (red)