KORANNTB.com – Indonesia, ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan negara terpadat keempat di dunia dengan lebih dari 275 juta orang, bertanggung jawab sebagai salah satu kontributor terbesar di dunia untuk kebocoran sampah plastik ke lautan, menurut sebuah laporan.

Bank Dunia mengatakan dalam laporannya di tahun 2021 bahwa Indonesia menghasilkan sekitar 7,8 juta ton sampah plastik setiap tahun. Dari angka itu, 4,9 juta ton sampah plastik salah kelola, misalnya tidak terangkut, dibuang di tempat pembuangan terbuka atau bocor dari tempat pembuangan sampah yang tidak dikelola dengan baik.

“Sampah yang tidak terkumpul lebih banyak berkontribusi pada pembuangan sampah plastik daripada kebocoran dari tempat pembuangan akhir, dan sangat sedikit plastik yang didaur ulang,” demikian laporan Bank Dunia berjudul “Pembuangan Sampah Plastik: Dari Sungai dan Garis Pantai di Indonesia.”

Beberapa temuan penting dari laporan tersebut juga menunjukkan dari “diperkirakan 346,5 kiloton per tahun (perkiraan kisaran 201,1 – 552,3 kiloton per tahun) sampah plastik dibuang ke lingkungan laut dari sumber berbasis darat di Indonesia, dua pertiganya berasal dari Jawa dan Sumatera.”

Lebih lanjut, laporan tersebut juga mengatakan sekitar 83 persen sampah plastik yang dibuang ke lingkungan laut Indonesia berasal dari sumber berbasis darat dan dibawa melalui sistem sungai yang kompleks. Sisanya 17 persen berasal dari sampah yang dibuang dari wilayah pesisir.

Bukan sampah perkotaan yang paling banyak menyumbang sampah plastik yang salah kelola. Menurut laporan tersebut, dua pertiga sampah plastik yang salah kelola berasal dari daerah pedesaan karena tingkat pengumpulan sampah yang sangat terbatas. Sayangnya, pembuangan langsung ke air merupakan jalur utama sampah plastik yang sampai ke sungai, yang seringkali disebabkan oleh penduduk yang tidak memiliki akses ke layanan pengumpulan sampah.

Peraturan peta jalan pengurangan sampah Indonesia

Sebagai bagian dari upaya percepatan pembangunan berkelanjutan, pengurangan sampah plastik, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menerbitkan Peraturan Menteri No. 75/2019 tentang Roadmap Pengurangan Sampah oleh Produsen.

Peraturan menteri ini menawarkan kerangka roadmap dan membantu menjadikan agenda pengurangan sampah menjadi salah satu prioritas nasional Indonesia. Masalah klasik pengelolaan sampah di Indonesia biasanya adalah masalah kekurangan dana karena tantangan ekonomi dari pengeluaran modal dan operasional yang tinggi serta aliran pendapatan yang lemah.

Singkatnya, Peraturan Menteri No. 75/2019 akan mewajibkan produsen untuk membuat peta jalan pengurangan sampah sebesar 30 persen dari tahun 2020 hingga 2029. Produsen mengacu pada pelaku usaha di bidang manufaktur, termasuk fast moving consumer goods dan personal care. Restoran, cafe, hotel dan industri ritel juga disertakan.

Sedangkan istilah sampah mengacu pada plastik, aluminium, kaca, dan kertas. Peraturan Menteri juga mengamanatkan sektor swasta untuk mengambil sejumlah tanggung jawab dalam pengurangan sampah, termasuk mereka harus menyediakan fasilitas penyimpanan sampah (Pasal 7), pemantauan sampah (Pasal 13) dan mendanai program pengurangan sampah (Pasal 26).

Ada juga peraturan lain yang telah dikeluarkan di Indonesia mengenai rumah tangga dan pengelolaan sampah, antara lain Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 tentang Sampah Rumah Tangga dan Pengelolaan Sampah, Peraturan Presiden no. 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Ramah Rumah Tangga dan Sejenisnya.
Keduanya menetapkan target untuk mengurangi timbulan sampah di negara ini sebesar 30 persen pada tahun 2025.

Inisiatif Sektor Swasta & LSM di Indonesia

Regulasi saja tidak cukup, karena dibutuhkan kesadaran masyarakat untuk menangani masalah sampah plastik di Indonesia. Untuk itu, lembaga swadaya masyarakat serta perusahaan yang peduli lingkungan memulai beberapa proyek untuk menunjukkan manfaat pengelolaan sampah plastik yang lebih baik bagi lingkungan dan masyarakat.

Beberapa sektor swasta atau LSM memprakarsai beberapa proyek untuk membantu mengurangi sampah plastik di tanah air. Sebagai contoh, Danone, produsen air minum dalam kemasan Aqua, menginisiasi gerakan #BijakBerplastik, yang menurut sebuah penelitian, dalam empat tahun perjalanannya, telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap lingkungan serta gaya hidup masyarakat. orang di Indonesia.

Danone bekerjasama dengan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Sosial – Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), melakukan kajian independen untuk menganalisis dampak #BijakBerplastik terhadap lingkungan, sosial dan ekonomi LPEM FEB-UI merupakan lembaga penelitian di bidang sosial dan ekonomi yang bermanfaat bagi masyarakat dan sesuai dengan tata pemerintahan yang baik.

Kajian tentang #BijakBerplastik yang mengedukasi masyarakat Indonesia tentang pengetahuan plastik dan dampak buruk dari sampah plastik yang berlebihan, menunjukkan bahwa gerakan tersebut telah menawarkan nilai ekonomi sebesar Rp1,22 triliun, sejak awal proyek 2 018 hingga 2021.

“Gerakan #BijakBerplastik menunjukkan komitmen perusahaan untuk menerapkan konsep ekonomi sirkular dalam mengelola sampah kemasan secara berkelanjutan,” kata Vera Galuh Sugijanto, VP General Secretary Danone Indonesia dalam keterangannya tertanggal 13 Oktober 2022.

Gerakan tersebut, kata dia, merupakan bagian dari upaya perusahaan untuk membantu pemerintah dalam mengurangi kebocoran sampah plastik ke laut di Indonesia sebesar 70 persen dari jumlah saat ini pada tahun 2025.

Danone-AQUA melalui Gerakan #BijakBerplastik berupaya mengedukasi masyarakat dengan memanfaatkan sekolah dan tempat umum. Perusahaan mengatakan bahwa kegiatan pendidikan tidak dapat berhasil dalam sekejap mata, tetapi dengan proses yang bertahap dan berkesinambungan oleh karena itu, #BijakBerplastik direncanakan sebagai kegiatan jangka panjang.

Direktur Pengurangan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ir. Sinta Saptarina Soemiarno, mengatakan pihak swasta juga memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan usaha yang bertanggung jawab.

“Pemerintah, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, akan konsisten mendorong dunia usaha untuk ikut bertanggung jawab, sebagaimana diamanatkan dalam Permen No 75/2019,” ujarnya.

“Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk lebih memperhatikan dan berperan aktif dalam isu-isu terkait sampah untuk (berkontribusi) dalam pelestarian lingkungan,” kata Sinta Saptarina.

Anggi Putri Pertiwi, Perencana Direktorat Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional mengatakan “Implementasi Ekonomi Sirkular sebagai model ekonomi harus mengoptimalkan penggunaan sumber daya alam, mendorong pemanfaatan sumber daya selama mungkin dan mendaur ulang sampah menjadi produksi. proses.”

Dia mengatakan ekonomi sirkular tidak hanya tentang sistem pengelolaan sampah atau praktik daur ulang, tetapi juga mencakup efisiensi sumber daya alam, rantai pasokan yang efisien dan juga ramah lingkungan dan sosial.

Selain Danone-Aqua #BijakBerplastic Movement, masih banyak lagi proyek lain untuk membantu pemerintah Indonesia mengurangi kebocoran sampah plastik ke laut.

Rethinking Plastics

Misalnya, ada juga Rethinking Plastics: Circular Economy Solutions to Marine Litter, sebuah proyek yang mendukung transisi menuju ekonomi sirkular untuk plastik guna membantu mengurangi kebocoran sampah plastik ke laut di tujuh negara di Asia Timur dan Tenggara, termasuk Indonesia.

Didanai bersama oleh Uni Eropa dan Republik Federal Jerman melalui Kementerian Federal Jerman untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (BMZ), proyek Rehinking Plastic dilaksanakan bersama oleh Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) dan Expertise France.

Di Indonesia, selain mencakup pengelolaan sampah plastik, konsumsi dan produksi plastik yang berkelanjutan, serta pengurangan sampah dari sumber berbasis laut, Rethinking Plastic sejalan dengan upaya dan inisiatif regional dan nasional untuk mengurangi sampah plastik laut.

Mulai Mei 2019, di Indonesia, Rethinking Plastic ditargetkan selesai pada akhir Oktober 2022, dengan agenda utama antara lain memfasilitasi dialog antara UE dengan beberapa organisasi di Indonesia terkait ekonomi sirkular, mengedukasi masyarakat tentang cara meningkatkan pengelolaan sampah plastik, mempromosikan konsumsi dan produksi yang berkelanjutan untuk plastik dan pendidikan untuk membantu mengurangi kebocoran sampah plastik ke laut.

Ada tujuh proyek percontohan di beberapa kota di Indonesia untuk mempelajari dan menentukan pendekatan praktis untuk masalah pengelolaan, konsumsi, dan produksi plastik.

Yayasan Bina Karta Lestari (Bintari Foundation), sebuah LSM yang berdiri sejak 1986 yang berlokasi di Semarang, Jawa Tengah, berpartisipasi dalam Rethinking Project melalui berbagai program termasuk pendidikan publik untuk sistem pengelolaan sampah, penanggulangan bencana, pengelolaan wilayah pesisir, pengelolaan wilayah tepi sungai dan perubahan iklim dampak.

Bintari bersama para pemangku kepentingan proyek Rethinking Plastic membantu masyarakat dalam menangani masalah pengelolaan sampah, termasuk memperbaiki bank sampah dan tempat pembuangan sampah yang mampu mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang sampah (TPS3R) di Semarang, ibu kota Jawa Tengah.

Center for Southeast Asian Studies Indonesia memprakarsai program tentang bagaimana meningkatkan kapasitas operator layanan pengelolaan sampah di daerah setempat dan bagaimana melaksanakan tanggung jawab produsen yang diperluas untuk beberapa produsen lokal. Program yang berlangsung di Desa Kendalpayak, Kabupaten Malang, Jawa Timur ini melibatkan 442 kepala keluarga untuk memilah sampah organik dan anorganik.

Ada juga Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia yang menginisiasi program penerapan bersih dermaga ikan di dermaga pantai di Tegalsari, Tegal, Jawa Tengah. Selama proyek dengan Rethinking Plastic, DFW telah melibatkan lebih dari 1.000 pemilik kapal nelayan kecil (dengan kapasitas lebih dari 30 GT) dan membantu mempekerjakan 14.953 orang untuk membantu kebersihan di dermaga. Kegiatan tersebut juga membantu mengurangi nelayan untuk menangani sampah organik dan anorganik, serta membantu mengumpulkan sampah plastik di laut.

LSM lain yang berpartisipasi dalam Rethinking Plastic in Indonesia adalah Greeneration Foundation Indonesia yang mempromosikan inisiatif Eco-Ranger melalui program Fishing for Litter (FfL), yang diadakan di desa Sumberagung, kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.

FFL memiliki tujuan untuk membantu meningkatkan kapasitas nelayan lokal dan mendidik mereka tentang masalah pengelolaan sampah. Tim EcoRanger telah mengumpulkan hingga 13,56 ton sampah di kawasan pesisir di Sumberagung selama September 2021 hingga Februari 2022.

Gerakan Diet Kantong Plastik Indonesia, sebuah LSM yang memiliki visi menjadikan Indonesia sebagai negara Bebas Kantong Plastik dengan mengajak masyarakat untuk lebih bijak dalam menggunakan kantong plastik sekali pakai, juga turut ambil bagian dalam proyek Rethinking Plastic. LSM tersebut menyasar pedagang Bandung, Jawa Barat dan Banjarmasin, Kalimantan Selatan, melalui program pengurangan penggunaan kantong plastik sekali pakai.

Making Oceans Plastic Free (MOPF), sebuah LSM yang memiliki misi seperti namanya, yaitu membuat lautan bebas plastik, berpartisipasi dalam proyek Rethinking Plastic. Menyasar Malang di Jawa Timur dan Lombok, Nusa Tenggara Barat, MOPF membantu mengedukasi anak-anak melalui sekolah tentang pentingnya mengurangi penggunaan plastik dan kantong plastik sekali pakai.

Yayasan Misool, badan amal terdaftar dari resor pulau pribadi, Misool, juga berpartisipasi dalam proyek tersebut melalui kampanye #PlastikTaraAsik yang melibatkan 37 mural di Sorong, Papua dan pantai WTC di Raja Ampat, Papua Barat. Yayasan Misool juga melakukan kerjasama untuk memproduksi film dokumenter yang mengedukasi tentang masalah pengelolaan sampah. (red)