Oleh: Misbahib Haraha, ST., MT (Pengurus Ikatan Ahli Perencana, Tenaga Ahli Perencanaan Wilayah LPW NTB)

KORANNTB.com – Geopark Rinjani ditetapkan menjadi anggota UNESCO Global Geopark (UGG) pada tahun 2018, setelah diajukan secara resmi pada tahun 2016. Pada awal pengajuan status Geopark Rinjani adalah di tunda/differ selama 2 tahun hingga melengkapi persyaratan tambahan untuk menjadi UGG. Syarat menjadi sebuah geopark yang diakui oleh UNESCO adalah dengan memiliki 11 parameter utama.

Di antara 11 parameter tersebut adalah: dossier (proposal pengajuan), visibility, geoconservation, natural and cultural haritage, infrastruktur penunjang, geowisata, keterlibatan masyarakat (community), informasi dan pendidikan publik, kerjasama strategis, badan pengelola, dan manajemen bencana.

11 parameter ini memiliki porsi masing-masing dalam rangka mewujudkan visi Geopark yaitu “Memuliakan Warisan Bumi untuk Mensejahterakan Masyarakat”
Fungsionalisasi Kelembagaan

Dalam pengelolaan sebuah geopark fungsi lembaga/badan pengelola menjadi sangat penting. Jika diawal pengusulan geopark, lembaga/badan pengelola menjadi persyaratan yang harus ada oleh UNESCO, akan tetapi didalam pengembangan lanjutan lembaga/badan pengelola ini harusnya memegang peranan yang lebih.

Peran lebih ini maksudnya karena di dalam pengelolaan kawasan geopark harus memenuhi tiga pilar geopark yaitu konservasi, edukasi, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat serta menjaga keberlanjutan dari unsur geopark yaitu Geodiversity, Biodiversity, dan Culture diversity. Hal ini akan dievaluasi oleh UNESCO setiap 4 tahun sekali untuk menilai apakah geopark yang bersangkutan masih layak menjadi sebuah kawasan UGG atau tidak/dicoret keanggotaannya. Keberadaan lembaga/badan pengelola juga diharapkan menjadi jembatan antara program pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah daerah (Pusat/Prov/Kab/kota) dengan kaidah konservasi terhadap situs-situs yang menjadi kekayaan alam yang harus dilindungi (situs geopark).

Perjalanan kelembagaan Geopark Rinjani saat dibentuknya Badan Pelaksana Harian sejak tahun 2015-2019 memiliki 3 fokus utama yang tercantum dalam roadmap dan rencana strategis, yang intinya adalah 1. Menjadikan Geopark Rinjani sebagai UNESCO Global Geopark, 2. Menduplikasi/memperbanyak situs yang berhasil, dan 3. Memperkuat Tata Kelola Geopark.

Terkait fokus pertama yaitu menjadikan Geopark Rinjani Menjadi UGG merupakan fokus utama diawal kelembagaan yang berkolaborasi dengan OPD-OPD di tingkat Provinsi, Pemda Kab/Kota, Mitra Lembaga, PT, dan Kelompok-kelompok masyarakat. Melengkapi seluruh persyaratan baik persyaratan fisik dan non fisik dilaksanakan secara sinergi bersama hingga ujungnya diumumkannya keanggotaan Geopark Rinjani sebagai UGG pada April 2018.

Fokus kedua menduplikasi/memperbanyak situs yang berhasi sifatnya berproses, hal ini juga disebabkan jumlah situs Geopark Rinjani yang terdiri 48 situs yang dikelompokkan menjadi 8 geosite sehingga perbaikan situs atau geosite bersifat bertahap. Kendala yang dihadapi dalam proses pengembangan adalah keberadaan masterplan Geopark Rinjani yang belum aplikatif dan membutuhkan revisi, sehingga beberapa situs dilakukan rencana detail terlebih dahulu.

Fokus ke tiga terkait Tata Kelola Geopark maka dibutuhkan lembaga pengelola yang baik dan profesional serta lokus pengelolaan.
Sehingga pada dasarnya keberadaan badan pengelola Geopark Rinjani merupakan semangat yang diusung oleh mantan Gubernur TGB, sebelumnya lembaga pengelola ini sudah mulai di siapkan dengan keberadaan SK Tim Percepatan dan SK Dewan Pelaksana Harian.

Lembaga ini saat itu menjadi sebuah terobosan dan percontohan secara nasional tentang bagaimana usaha mewujudkan lembaga/badan pengelola yang profesional dengan sistem open recruitment serta menjalani rangkaian test baik administrasi, psikologi, bidang, manajemen, leadership, serta test program dari masing-masing kandidat.

Proses yang dijalankan Geopark Rinjani kemudian menjadi barometer bagi daerah-daerah yang ingin mengelola geopark maka mereka bersiap dengan menyiapkan tim pelaksana dengan pola-pola yang mendekati yang dilakukan oleh Pemprov NTB.

Rumusan Pergub yang diusung masa Gubernur TGB mencoba membangun sistem kelembagaan yang semangatnya adalah menyiapkan kaderisasi dan calon-calon pengelola yang profesional dan mandiri dengan memasukkan syarat-syarat calon pengelola didalam pasal-pasal Pergub 51/2018. Harapanya, proses regenerasisasi secara tim akan sehat, kompetitif (terbuka untuk umum), berorientasi pada profesional dan juga terbebas dari konconisasi (praktek nepotisme/golongan tertentu).

Secara formal Badan/lembaga Pengelola Geopark Rinjani ditetapkan dengan berdasarkan Pergub 51/2018 yang ditanda tangani oleh Gubernur Zulkieflimansyah.

Perubahan Pergub
Perkembangan Pergub terkait Pengelola Geopark saat ini secara tiba-tiba dirubah dengan muncul revisi Pergub No 33/2020 tanpa adanya sosialisasi ataupun pembahasan perubahan. Pergub baru ini dirasakan memiliki syarat kepentingan dan menurun secara substansinya. Hal demikian ditunjukan  dengan masuknya sisipan substansi yang salah satunya mengatur terkait dalam hal keadaan tertentu/situasi bencana, Gubernur berdasarkan usulan Ketua Dewan Pengarah dapat menetapkan Dewan Pelaksana tanpa dilakukan seleksi terlebih dahulu.

Substansi tersebut tidak diberikan penjelasan lebih lanjut apa kriteria keadaan tertentu atau situasi bencana seperti apa yang dimaksud, apakah lagi-lagi alasan Covid-19? Jika demikian, tentu ada argumentasi relevansi penunjukan tanpa seleksi yang telah dilakukan.

Merujuk pada UU Kebencanaan, situasi bencana memiliki lingkup dan syarat, serta korelasi badan pengelolaan Geopark Rinjani dengan keadaan tertentu maupun situasi bencana juga harus diberikan uraian, sehingga walaupun penunjukan dalam situasi darurat/keadaan bencana memiliki alasan pembenar dan dengan itikad baik.

Substansi hasil revisi yang tidak berdasar jelas menunjukan kesan kesewenang-wenangan Pemprov yang dapat mengikis kekuatan struktur badan pengelolaan yang ada sebelumnya.

Walaupun ditetapkan substansi “usulan Ketua Dewan Pengarah dilakukan tanpa seleksi”, namun substansi Pergub harusnya memberikan uraian pengaturan yang logis seperti mekanisme tanpa seleksi seperti apa atau mengapa tidak dilakukan seleksi, karena jangan sampai penetapan Dewan Pelaksana hanya berdasar pertimbangan nafsu kekuasaan belaka.

Berbagai keunikan mewarnai revisi Pergub No 33/2020, Pergub tersebut ditanda tangani pada tanggal 9 Juni, selang sehari hari kemudian tepatnya tanggal 11 Juni Gubernur Zul menandatangani Keputusan Gubernur NTB No. 050.13-539 Tahun 2020 tentang Penetapan Dewan Pelaksana Badan Pengelola Rinjani-Lombok Unesco Global Park.
Seharusnya sebuah sistem dibuat untuk menjadikan kondisi lebih baik dan transparan, perbaikan sistem harus mengarah pada penyederhanaan dan aplikatif.

Di saat semua sistem rekrutmen dibuat dengan pola seleksi di berbagai lini baik pemerintahan dan swasta (Seleksi jabatan, seleksi penerimaan karyawan,dll), akan tetapi semangat ini malah dihilangkan dan berpotensi menjadi alat tawar bagi orang per orang dengan alasan kondisi tertentu.

Perubahan Pergub jelas menunjukan terjadinya penurunan kualitas serta memiliki potensi adanya proses regenerasisasi/kaderisasi yang syarat kepentingan/golongan/ tujuan tertentu. Di samping itu, menimbulkan pertanyaan-pertanyaan kemana arah perbaikan yang disasar? Bagaimana landasasan psikologis yang dipakai? Proses yang janggal? dan masih banyak kejanggalan dan ketidaksesuaian semangat sebuah perubahan aturan. Seharusnya semangat yang diusung pada Revisi/perbaikan sebuah aturan adalah mengarah pada yang lebih baik, menyiapkan personil yang lebih profesional, mandiri dengan kapabilitas yang terukur bukan berdasarkan penunjukan oleh orang perorang yang ke depannya akan rawan permainan.