Sejarah tentang Azan

Saat Masjid Nabawi dibangun, umat Islam di sana mencari solusi bagaimana memberitahukan penduduk tentang waktu sholat telah tiba, sementara banyak penduduk yang bekerja di ladang. Seperti diketahui saat itu umat Kristen menggunakan lonceng untuk memanggil pemeluknya, sementara umat Yahudi menggunakan terompet.

Rasulullah tidak ingin dengan cara seperti itu. Banyak sahabat yang menawarkan ide. Ada yang meminta menyalakan api untuk memanggil orang sholat, ada juga yang meminta menandainya dengan memukul dua potong kayu.

Ide tersebut tidak disetujui Rasulullah. Kemudian datanglah seorang sahabat bernama Abdullah bin Zaid. Di hadapan nabi, dia menceritakan tentang mimpinya. Dia bermimpi seseorang memanggil umat Muslim untuk sholat dari atap masjid. Kemudian Umar muncul dan mengatakan dia bermimpi hal yang sama.

Rasulullah dan sahabat menyukai ide tersebut. Dari sana azan (panggilan sholat) mulai dilembagakan.

Karena Bilal diketahui memiliki suara yang paling indah, maka dia ditugaskan oleh Rasulullah untuk pergi ke Masjid Nabawi dan membuat panggilan sholat atau azan untuk pertamakali.

Bilal diketahui merupakan muadzin (penyeru sholat) pertamakali pada masa Islam berdiri. Saat itulah namanya selalu identik dengan azan.

Ketika Rasulullah wafat pada tahun 632, hati Bilal sangat hancur, bahkan dia tidak tahan lagi tinggal di Madinah. Dia kemudian menyertai pasukan Muslim yang dipimpin Abu Ubaida bin Jarrah untuk ke Suriah dan tinggal secara permanen di Damaskus.

Beberapa lama dia di Damaskus, Bilal kemudian mengunjungi Madinah. Saat itu cucu Rasulullah, Hasan dan Husain (anak Ali bin Abi Thalib) memintanya untuk mengumandangkan azan di Masjid Nabawi. Saat dia mengumandangkan azan, para penduduk Madinah keluar dan menangis terisak-isak. Mereka semua terkenang masa-masa bahagia bersama Rasulullah saat Rasulullah masih hidup.

Pada masa kekhalifahan Umar, Bilal menjadi gubernur di Damaskus. Dia tutup usia di usianya sekitar enam puluh tahun. Dia meraih posisi tinggi saat bersama Islam, sehingga pada kekhalifahan Umar, dia dijuluki Tuan Guru Kami. (red)